Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berharap Tak Ada Pasal RUU Tentang Pangan

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ian Siagian, berharap tak ada pasal RUU tentang Pangan yang diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Ian, yang juga anggota panitia khusus yang membahas soal RUU yang akan menggantikan UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996 ini, memastikan bahwa Parlemen menyusun rancangan undang-undang tersebut demi kesejahteraan dan kedaulatan bangsa.

"Semua fraksi sepakat untuk membuat UU Pangan sesempurna mungkin," kata Ian pada diskusi di Jakarta, Minggu (4/3/2012). RUU Pangan memang menuai kritik karena ditengarai sangat liberal. Swasta yang tidak diatur berpotensi menjadi spekulan dan mematikan petani kecil.

Ekonom Didik J Rachbini sempat mengatakan, ada beberapa pasal bermasalah pada RUU yang mulai dibahas pada 2011 ini. Pertama, Pasal 15 yang menyebutkan bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan dan impor, meskipun harus diutamakan produksi dan cadangan dalam negeri. Ini berarti peluang impor sejalan dengan usaha produksi dan cadangan pangan dalam negeri.

Selanjutnya, Pasal 20 dan 21 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan/atau pusat wajib mengembangkan teknologi pangan, memfasilitasi pengembangan sarana dan prasarana produksi. Menurut Didik, pasal seperti ini lemah sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa saling tuding jika gagal menjalankan kewajiban menjaga ketersediaan dan keamanan pangan.

Kelemahan lainnya adalah Pasal 48, yang mengaitkan kebijakan produksi dan perdagangan pangan dengan kebijakan inflasi. Menurut Didik, jika kebijakan produksi dan perdagangan pangan dipakai untuk mengendalikan inflasi, kebijakan tersebut akan kehilangan kesempatan dan kekuatannya untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Padahal, menurut Didik, RUU Pangan tidak boleh menyandera hak petani demi kepentingan moneter. Terkait adanya pasal-pasal yang masih memicu perdebatan, Ian mengatakan, Parlemen terbuka akan diskusi.